I. Latar Belakang dan Riwayat Penelitian
Pulau Bawean adalah sebuah pulau yang terletak di Laut Jawa yaitu sekitar 80 Mil atau 120 kilometer sebelah utara Gresik. Secara administratif sejak tahun 1974, pulau Bawean ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur di mana tahun sebelumnya sejak pemerintahan kolonial pulau Bawean masuk dalam wilayah Kabupaten Surabaya. Pulau Bawean dengan luas 196,3 km2 ini merupakan salah satu pulau di Laut Jawa yang mempunyai posisi strategis secara geografis dan memegang peranan sebagai salah satu lokasi transit alat perhubungan laut di masa lalu hingga masa sekarang. Mengingat kedudukannya sebagai salah satu mata rantai dari jalur perdagangan dan pelayaran di Laut Jawa tidaklah mengherankan apabila Pulau Bawean sejak dulu merupakan wilayah yang menarik untuk dilakukan penelitian dalam berbagai bidang.
Beberapa penulis asing membahas tentang Pulau Bawean walaupun tidak secara khusus meneliti data arkeologi yakni J.E. Jasper (1906) dan C. Lekkerker (1935). Selain itu, peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pernah melakukan penelitian ke pulau tersebut pada tahun 1970-an. Diluar hasil kerja mereka, informasi yang berhubungan dengan sumberdaya arkeologi di Pulau Bawean dan sekitarnya masih sangat terbatas. (Koestoro, 1998: 12). Balai arkeologi Yogyakarta pada tahun 1985/1986 pernah melakukan penelitian arkeologi dengan tema “Survei Arkeologi Islam di Pulau Bawean Jawa Timur” dengan hasil berupa tinggalan arkeologi seperti makam-makam kuna serta obyek/situs yang berkaitan dengan bentuk okupasi pertahanan, perdagangan, dan keagamaan (Koestoro, 1985/1986:27)
Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta pada tahun 2015 kembali melakukan penelitian di Pulau bawean dengan kajian arkeologi maritim. Penelitian tahun 2015 ini mempunyai tujuan untuk melakukan identifikasi potensi tinggalan arkeologi maritim di Pulau bawean secara bertahap.
Hasil penelitian tahun 2015 diperoleh informasi mengenai tinggalan arkeologi maritim di Pulau Bawean yaitu:
• Berupa bekas pelabuhan lama bawean dan sarana pendukungnya di Desa Sawahmulya,
• Nisan-nisan kuna di Desa Sawahmulya,
• Expose Wreck di gosong Pulau Gili di Desa Sidogedongbatu di Kecamatan Sangkapura;
• Konsentrasi fragmen keramik asing di Pulau Cina di Desa Dedawang dan di Desa Diponggo, keramik-keramik asing yang masih utuh di rumah-rumah penduduk di Desa Diponggo dan Desa Sidogedongbatu,
• meriam-meriam kuna di sekitar Desa Diponggo sebanyak 2 buah dan Koramil 0817/18 Tambak sebanyak 3 buah di Kecamatan Tambak; serta
• tinggalan arkeologi yang berasal dari Pulau Bawean yang menjadi koleksi Museum Sunan Giri di Gresik.Pada kegiatan penelitian di tahapan yang kedua di tahun 2016, identifikasi potensi arkeologi maritim di Pulau Bawean memperoleh informasi yaitu
• Keberadaan Shipwreck di Gosong Pulau Gili dan wreck di Pulau Nusa.
• poros tata kota kecamatan sangkapura – pelabuhan yang meliputi pesanggrahan, pelabuhan masa kolonial, Kampung Boom, pemecah ombak kolonial, pasar, alun-alun, masjid Jami dan kawedanan.
• Sebaran keramik asing di desa-desa wilayah kecamatan Sangkapura seperti Sawah Mulya, Sungai Rujing, Pudakit, Kumalasa, Gunung Teguh, Sidogedungbatu, Teluk dalam, dan Kepuh Teluk dalam bentuk utuh maupun fragmentaris serta keramik asing yang berasal dari cina, asing tenggara, dan eropa;
• Mata uang kuno sebanyak 235 koin. Variasi dan karakter koin yang dijumpai yaitu dari tahun 1858 – 1945; koin berbahan perak hingga perunggu; koin yang berdiameter 1,6 cm hingga 3,1 cm; Keberadaan meriam-meriam kuna ini sebenarnya sudah dilakukan peninjauan di tahun 1980-an oleh Balai Arkeologi Yogyakarta dan SPSP Jawa Timur;
• Data artefaktual yang bernafaskan Buddhis berbentuk stupika juga masih dijumpai di Bawean; Stupika merupakan replika stupa yang bentuknya kecil dan terbuat dari terakota (tanah liat yang dibakar). Asal usul stupika menurut pemilik dan penyimpan stupika ini diinformasikan berasal dari Desa Sidogedongbatu. Temuan stupika ini juga menjadi salah satu koleksi Museum Sunan Giri Gresik; dan Batu kenong atau menyerupai batu umpak sebanyak 8 buah.
Mengingat pentingnya wilayah Pulau Bawean dalam konteks arkeologi maritim, maka potensi tinggalan arkeologi maritim tersebut perlu diketahui dan dikaji lebih mendalam untuk dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yaitu ilmu pengetahuan, kemasyarakatan, dan perekonomian.
II. Hasil Kegiatan
Hasil Kegiatan Penelitian Identifikasi Potensi Arkeologi Maritim Di Pulau Bawean: Bentuk, Ruang, Dan Kronologinya Yang Dilaksanakan Pada Tanggal 4 – 17 Mei 2017 Memperoleh Informasi Yaitu:
a. Perairan di Sekitar Pulau Bawean
Kegiatan penelitian tinggalan arkeologi maritim pada tahap ini melalui kegiatan penyelaman memperoleh data mengenai shipwreck di Pulau Nusa dan menindaklanjuti informasi keberadaan kapal-kapal tenggelam di Tanjung Ge’en, pelabuhan lama di Sawah mulya, dan di sekitar pamona Sidogedongbatu.
Eksplorasi data di shipwreck Pulau Nusa memperoleh informasi mengenai keberadaan cerobong asap serta artefaktual berupa tegal dan bata, namun eksplorasi keberadaan kapal-kapal tenggelam di Pulau Bawean lainnya memperoleh hasil yang nihil dikarenakan masifnya pengambilan, pengrusakan dan pencurian besi tua yang berasal dari kapal tenggelam.
b. Daratan Pulau Bawean
Kegiatan penelitian dengan fokus survei arkeologi dilaksanakan di Desa Lebak, Pudakit Timur, Pudakit Barat, Pudakit Timur, patar Selamat di Kecamatan Sangkapura serta di desa Diponggo, Teluk Jati Dawang, dan Sukaoneng di Kecamatan Tambak.
eksplorasi data arkeologi di wilayah daratan memperoleh informasi mengenai keberadaan keramik asing yang masih digunakan hingga sekarang maupun bagian dari koleksi keluarga; nisan kuna; glass ball fishing float; naskah kuna; serta lokasi Murtalaja dapat diduga sebagai situs dengan indikasi awal berupa temuan permukaan fragmen gerabah yang dominan, dan keramik asing.
III. Kesimpulan & Rekomendasi
berdasarkan hasil Kegiatan Penelitian Identifikasi Potensi Arkeologi Maritim Di Pulau Bawean: Bentuk, Ruang, Dan Kronologinya Yang Dilaksanakan Pada Tanggal 4 – 17 Mei 2017 Memperoleh kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:
a. Kesimpulan
• Berdasarkan bentuk tinggalan arkeologi maritim yang dijumpai di Pulau Bawean sangatlah bervariasi yaitu yang berbentuk monumental dan artefaktual. Tinggalan arkeologi maritim yang berbentuk monumental berupa shipwreck di Pulau Nusa dan expose wreck Gosong Gili serta bangunan rumah bercorak indis. Data artefaktual tinggalan arkeologi maritim berupa keramik asing yang sangat dominan temuannya, nisan kuno,dan glass ball fishing net.
• Berdasarkan ruang atau lokasi tinggalan arkeologi maritim yang di Pulau Bawean dijumpai di wilayah daratan Pulau Bawean yang meliputi 2 kecamatan dari bentuk lahan pegunungan hingga pantai serta wilayah perairan laut di sekitar Pulau bawean
• Berdasarkan kronologinya, tinggalan arkeologi maritim di Pulau Bawean sangat panjang yang diawali pada masa pra sejarah dengan representasi alat batu (serpih) hingga masa kolonial berupa berupa pesanggrahan dan tinggalan di sekitarnya.
b. Rekomendasi
1. Dalam lingkup kajian penelitian, dipandang perlu melakukan penelitian secara bertahap untuk memperoleh data tinggalan arkeologi maritim di Pulau Bawean secara menyeluruh terutama informasi mengenai keberadaan jangkar-jangkar kuno di perairan sekitar Pulau Bawean.
2. Dalam lingkup kajian pelestarian, dipandang perlu melakukan perlindungan dan pengawasan secara khusus terhadap tinggalan kapal-kapal tenggelam (shipwreck) di Pulau Bawean khususnya temuan Exposed Wreck di Pulau Gili Desa Sidogedongbatu dan shipwreck di Pulau Nusa di desa Dedawang dari ancaman pengrusakan terhadap pencurian besi-besi tua yang berasal dari kapal-kapal tenggelan di sekitar Pulau Bawean. Pelaksanaan perlindungan dan pengawasan dikoordinasikan secara tripartit yaitu:
• Kementerian Pendidikan & Kebudayaan RI (c.q Balai Pelestarian Cagar Budaya/BPCB Trowulan);
• Kementerian Kelautan & Perikanan RI (c.q. UPT Pelabuhan & Konservasi Sumberdaya Perikanan & Kelautan Bawean); serta
• Pemerintah Kabupaten Gresik (c.q. Dinas Pariwisata & Kebudayaan).
3. Dipandang perlu segera mengusulkan serta menetapkan Shipwreck di Pulau Nusa sebagai cagar budaya melalui Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Gresik
4. keberadaan keramik asing di Pulau Bawean yang hingga kini masih digunakan masyarakat setempat merupakan “living artefak” mempunyai potensi kajian penelitian namun juga mempunyai potensi negatif berupa jual-beli ilegal dan pencurian.