Waktu Pelaksanaan : 15 – 30 Mei 2018
Lokasi Penelitian : Kecamatan Banyuwangi
Latar Belakang Penelitian
Penelitian tentang potensi sumberdaya arkeologi di Kabupaten Banyuwangi telah dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta sejak tahun 2013 sampai 2017. Sumberdaya arkeologi di Kabupaten Banyuwangi tersebut menyiratkan riwayat sejarah yang panjang, yaitu sejak masa prasejarah (antara lain situs Kendeng Lembu yang merupakan situs permukiman dari masa neolitik) hingga era kolonial (antara lain berbagai bangunan bercorak Indis di Kecamatan Banyuwangi). Secara keseluruhan diperoleh 104 titik sumberdaya arkeologi yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi yang meliputi 25 kecamatan (Tim Penelitian, 2013-2017).
Serangkaian penelitian di Banyuwangi tersebut menunjukkan potensi sumberdaya arkeologi yang tinggi, suatu hal yang wajar mengingat Banyuwangi memiliki letak yang strategis. Sesuai dengan letaknya yang strategis, pembangunan di kawasan tersebut juga meningkat. Peningkatan intensitas pembangunan fisik di Banyuwangi menghadirkan ekses berupa interaksi dengan sumberdaya arkeologi di wilayah tersebut. Interaksi tersebut ada yang bersifat positif maupun negatif. Sisi positif dari ekses pembangunan fisik adalah bahwa interaksi tersebut memberi peluang maupun rangsangan bagi pengembangan sumberdaya arkeologi untuk secara komplementer dengan sektor pembangunan yang lain menghasilkan manfaat bagi masyarakat dalam arti yang luas. Sisi negatifnya adalah ketika kegiatan pembangunan fisik justru menimbulkan konflik dengan sumberdaya arkeologi, utamanya dalam pemanfaatan ruang, sehingga sumberdaya arkeologi menjadi terkorbankan di dalam proses pembangunan. Ekses negatif dari pembangunan telah tampak terjadi di Banyuwangi, khususnya di wilayah Kecamatan Banyuwangi (wilayah kota), di antaranya bekas bangunan societeit yang terletak di utara Taman Blambangan yang dirubuhkan untuk pembangunan gedung baru.
Masalah dan Tujuan Penelitian
Penelitian arkeologi memiliki kontribusi dalam hal pengetahuan mengenai masa lalu Banyuwangi sebagai landasan untuk perencanaan pembangunan fisik wilayah, atraksi wisata budaya, maupun muatan lokal dalam pendidikan. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengelolaan sumberdaya arkeologi yang ideal di Banyuwangi, khususnya di wilayah Kecamatan Banyuwangi ?
Tujuan dan Sasaran Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Memberi masukan bagi kegiatan pengelolaan sumberdaya arkeologi di Banyuwangi agar potensinya dapat dikembangkan dan permasalahannya dapat diantisipasi, sejalan dengan prinsip pengelolaan yang tercantum dalam UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
b. Sasaran Penelitian
Suatu rekomendasi studi dengan memperhatikan potensi dan permasalahan sumberdaya arkeologi yang ada, serta mengkaitkannya dengan kecenderungan, tuntutan, maupun dampak pembangunan di Banyuwangi.
Kerangka Pikir
Sumberdaya arkeologi adalah semua bukti fisik atau sisa budaya yang ditinggalkan oleh manusia masa lampau pada bentang alam tertentu yang berguna untuk menggambarkan, menjelaskan, serta memahami tingkah laku dan interaksi mereka sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perubahan sistem budaya dan alamnya (Scovil et al., 1977). Fowler (1982) menyatakan bahwa manajemen sumberdaya arkeologi merupakan penerapan dari kemampuan dan ketrampilan manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi) untuk mencapai seperangkat sasaran melalui proses politik untuk melestarikan aspek penting dari warisan budaya agar dapat dimanfaatkan manusia.
Mengacu pada tujuan dan sasaran penelitian di atas, maka kegiatan penelitian ini ditekankan pada aspek manajemen yang berupa perencanaan, dengan menerapkan pendekatan lintas sektoral. Penerapan pendekatan lintas sektoral dilakukan karena pengelolaan sumberdaya arkeologi tidak dapat dilakukan oleh satu sektor saja, melainkan banyak melibatkan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan berbagai sektor lain. Selain itu, mengingat Banyuwangi merupakan wilayah yang pembangunannya cenderung meningkat, maka dalam penelitian ini juga diterapkan pendekatan pembangunan yang berkelanjutan. Menurut Otto Sumarwoto (1992) setiap kegiatan pembangunan pasti akan mendatangkan perubahan. Seyogyanya perubahan tersebut tidak hanya berdampak positif bagi satu pihak saja. Menyangkut keberadaan sumberdaya arkeologi, penting untuk dipertimbangkan agar proses pembangunan dilakukan dengan memperhatikan sumberdaya arkeologi yang ada, sehingga sumberdaya tersebut tetap dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan penalaran induktif atau penelitian berdasarkan pengamatan sampai dengan penyimpulan, sehingga terbentuk generalisasi empirik (Tim. 2008: 20). Pengumpulan data dilakukan terhadap dua jenis informasi, yaitu sumber daya arkeologi (di lapangan) dan kebijakan serta program pembangunan daerah. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui observasi, wawancara, pengukuran; sementara data sekunder dikumpulkan dari laporan, data inventaris, maupun hasil studi terdahulu.
Analisis yang dilakukan terdiri atas analisis sejarah-budaya dan analisis potensi dan permasalahan sumberdaya arkeologi. Analisis sejarah-budaya dilakukan terhadap objek dan situs, meliputi variabel latar belakang budaya, masa guna objek, fungsi, keterkaitan dengan tokoh sejarah, serta analisis kontekstual. Analisis potensi sumberdaya arkeologi dilakukan dengan membahas objek amatan berdasarkan variabel nilai penting kesejarahan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan sosial ekonomi. Analisis permasalahan sumberdaya arkeologi dilakukan dengan mengkaitkan objek amatan dengan kegiatan pemanfaatannya serta pengembangan wilayah di sekitarnya.
Penyusunan rekomendasi akan dilakukan berdasarkan penilaian atas bobot nilai penting yang dimiliki oleh masing-masing objek amatan. Mengacu pada bobot nilai penting serta permasalahan seluruh objek amatan akan disusun jenis dan prioritas program. Keseluruhan informasi akan dilengkapi dengan foto maupun peta.
Hasil Penelitian
Penelitian berhasil mengidentifikasi Sumberdaya Arkeologi di Kawasan Kota Banyuwangi, Jawa Timur untuk aspek pengelolaan sebagai sumber otentik dan jatidiri Kota Banyuwangi. Pada saat berlangsung penelitian, pada tanggal 24 Mei 2018 dilakukan sosialisai Hasil Penelitian Potensi Sumberdaya arkeologi dari tahun 2013 – 2017.
Hasil penelitian tersebut, berupa sumberdaya arkeologi yang secara kronologis masuk masa Islam-Kolonial abad XVIII – XX Masehi, yaitu:
- Kawasan Taman/ Alun-Alun Sritanjung merupakan sebuah alun-alun yang sekarang berubah fungsi menjadi taman. Di kawasan ini, sebelah utara terdapat bangunan pendopo tempat tinggal dan pemerintahan pada masa Bupati Mas Alit; Sebelah barat Masjid Agung Baiturahman dan di belakangnya terdapat makam para bupati Banyuwangi; Sebelah selatan alun-alun merupakan kompleks pertokoan dan pasar. Di bagian dalam pasar terdapat sebuah bangunan yang dikenal kepatihan (?). Sebagai lazimnya sebuah alun-alun dalam konsep arsitektur tradisional dengan tata ruangnya, sebagian besar bangunan-bangunan tersebut sudah banyak berubah, seperti masjid dan pendopo sudah dibangun dengan bangunan baru.
- Kawasan Taman/ Alun-Alun Blambangan. Tata ruang lapangan ini: Sebelah utara ditemukan bangunan berupa bekas gedung sociteit, bangunan rumah tinggal Kodim dan Polres, dan Sekolah Dasar Kepatihan; Pada sisi barat taman, terdapat bangunan Inggrisan dan Kantor Pos; Pada sisi selatan merupakan bangunan tempat tinggal dan Hotel Blambangan; Pada sisi timur, pada lalu merupakan bekas Benteng Utrecth sekarang menjadi Kompleks Kodim dan Gedung Wanita.
- Kawasan sekitar jalan Jaksa Agung Suprapto. Di kawasan ini masih tersisa bengunan bangunan rumah tinggal orang Belanda, beberapa rumah sampai saat ini masih dirawat dengan baik.
Hasil Sosialisasi: Sosialisasi dilakukan merupakan hasil penlitian tahun 2013-2017 tentang potensi sumberdaya arkeologi yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Sosialisasi dihadiri oleh 43 peserta yang terdiri dari: Bappeda, Pekerjaan Umum, Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Taman Nasional Alas Purwo, Kodim Banyuwangi, Perorangan pemilik cagar budaya (CB), LSM, Kecamatan Kota Banyuwangi, kepala Kelurahan, Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI), Kepala Sekolah, dan budayawan. Diharapkan dari sosialisai tersebut para peserta memahami, ikut memiliki, menumbuhkan rasa bangga serta ikut melestarikan nilai-nilai luhur yang ditinggalkan nenek moyang melalui budaya materi. Warisan bendawi dan nilai historisnya dapat dijadikan identitas dan kebanggaan Kabupaten Banyuwangi serta dapat dimanfaatkan dan dikelola untuk kepentingan, kebudayan, pendidikan dan pariwisata.
Kesimpulan:
Berdasarkan data yang diperoleh, untuk sementara dapat disimpulkan, bahwa:
• Terdapat dua buah alun-alun/ taman yaitu Sritanjung dan Blambangan. Alun-Alun Sritanjung merupakan alun-alun dengan konsep arsitektur tradisional yang terdiri dari pendopo, masjid, kepetihan, dan pasar. Sementara itu alun-alun Blambangan dibangun dengan konsep/ tata ruang dan arsitektur kolonial (bangunan Indis).
• Kawasan jalan Jaksa Agung Suprapto merupakan kawasan umum sebagai tempat tinggal orang-orang Belanda.
• Pengelolaan sumberdaya arkeologi di Banyuwangi agar potensinya dapat dikembangkan sejalan dengan prinsip pengelolaan yang tercantum dalam UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.Saran
• Potensi sumberdaya arkeologi dapat dijadikan acuan dalam manajeman pengelolaan yang berbasis pada identitas dan jatidiri bernilai tinggi. Bangunan bernilai penting/ sejarah seyogyanya dipertahankan keutuhan dan keasliannya, oleh Pemerintah Daerah Banyuwangi
Ketua Tim,
T.M. Hari Lelono
4 Juni 2018